Romy Tampubolon, SH : "Kami telah membuat laporan secara resmi ke Propam Mabes Polri dugaan kriminalisasi terhadap klien kami"
MEDAN - Heriansyah Pasaribu melalui Kuasa Hukumnya, Rahmad Romy A Tampubolon, SH, CPM melaporkan Dirreskrimum Polda Aceh dan penyidik karena diduga melakukan kriminalisasi terhadap kliennya. Dimana kliennya dijadikan tersangka kasus penipuan dan penggelapan jual beli suara pencaleg-an di Kabupaten Aceh Tamiang. Ironisnya, peetapan tersangka usai pelapor dan terlapor telah berdamai dan mencabut laporan.
Hal ini disampaikannya saat melakukan konfrensi pers di Medan. Ia menduga bahwa kriminalisasi yang dilakukan oleh penyidik Polda Aceh karena tidak terealisasinya biaya administrasi cabut perkara sehingga kliennya ditetapkan sebagai tersangka.
"Hari ini kami dari Law Office Romy Tampubolon, SH dan Law Firm RAT, perlu kami tegaskan disini bahwa kami telah membuat laporan secara resmi ke Propam Mabes Polri dimana pertanggal 14 Januari 2025 kemarin, yaitu tentang dugaan kriminalisasi hukum terhadap klien kami yaitu saudara Heriansyah Pasaribu. Dimana ada dugaan yang sangat menonjol dan mengkhawatirkan bagi klien kami, dimana klien kami ditersangkakan terhadap kasus penipuan dan penggelapan," ujarnya kepada wartawan, Kamis (16/1/2025)
Romy menjelaskan bahwa adapun kronologis yang ditersangkakan kepada kliennya tidak benar. Kasus ini sebenarnya tentang kesepakatan jual beli suara pencaleg-an yang terjadi di Kabupaten Aceh Tamiang. Dimana kliennya diminta sebagai penghubung atau perantara. kliennya dilaporkan oleh pelapor atas nama M Usman yang saat itu sebagai Caleg (Calon Legislatif) dari Dapil IV Provinsi Aceh.
"Klien kami Heriansyah Pasaribu dilapor oleh pelapor atas nama M Usman ke Polda Aceh dengan nomor LP/138/VII/2024. Klien kami dituduh melakukan penipuan atau penggelapan terhadap kerugian pelapor sebesar Rp 200 Juta. Sebenarnya kasusnya adalah soal jual beli suara dimana klien kami hanya sebagai perantara. M Usman ini adalah Caleg dari Kabupaten Aceh Tamiang Dapil 4 Provinsi Aceh," katanya.
Romy menjelaskan bahwa uang yang menjadi jual beli suara tersebut langsung diserahkan M Usman (pelapor) kepada Jaka, Roni dan pejabat PPK, jadi uang tersebut adalah uang kesepakatan.
"Selang beberapa bulan pertarungan main, ternyata sudah rapat pleno suara yang disahkan oleh KIP yaitu suara sesuai kesepakatan untuk M Usman dari Partai Aceh. Ternyata ketahuanlah ada permainan suara, awalnya sekian menjadi sekian untuk saudara Usman. singkat cerita, saudara Usman kalah, karena kalah, beliau menuntut uang tersebut kepada klien kita," terangnya.
Saat itu, Romy menjelaskan bahwa kliennya disodorkan satu buah kuitansi yang isinya tidak ada, namun nilainya ada sebesar Rp 200 Juta. Atas dasar suart kuitansi tersebut, saudara M Usman membuat laporan ke Polda Aceh dengan alasan penipuan dan penggelapan dengan bukti kuitansi.
"Namun kuitansi yang di fotocopy yang diterima oleh klien kita berbeda dengan kuitansi yang dijadikan bukti di Polda Aceh. Yang asli ada keterangan saksi-saksi dan kata-kata penitipan uang, sementara di fotocopy tidak ada.
kemudian selasa tanggal 23 Juli 2024, klien kami dipanggil ke Polda Aceh ke Subdit II Harda Tahbang. Klien kami yang taat hukum datang menghadiri panggilan tersebut. Disitu klien kita Heriansyah Pasaribu menceritakan fakta sesungguhnya dan membantah telah melakukan penipuan dan penggelapan terhadap Usman," jelasnya.
Diduga karena ketakutan, M Usman pun mengajak Heriansyah untuk melakukan perdamian pada tanggal 31 Agustus 2024, Keduanya sepakat berdamai didepan notaris yang dihadiri saksi-saksi dan terlapor/pelapor.
"Disini (surat perdamian) sudah dijelaskan bahwa Heriansyah Pasaribu dan Usman telah berdamai, Heriansyah tidak melakukan penipuan dan penggelapan terhadap Usman. Sudah dijelaskan disini. Bahkan saudara Usman juga sudah membuat surat pencabutan laporan Polisi pada 4 September 2024 yang ditujukan kepada Dirkrimum Polda Aceh untuk pencabutan LP 138. Akan tetapi saat dia ke Polda Aceh, ada dugaan soal administrasi pencabutan laporan, sehingga kasus tetap berjalan. Setelah itu pada tanggal 31 desember 2024, Heriansyah, klien kita dipanggil dan disini di WA Kanitnya ditetapkan sebagai tersangka dan diundang di 6 Januari 2025. Alangkah kagetnya klien kita, dimana ini kita duga telah terjadi kriminalisasi hukum terhadap diri klien kita," beber Romy.
Romy menegaskan bahwa perdamian yang dilakukan juga atas saran dari penyidik dan yang kedua sudah dicabut laporan mengapa di tanggal 31 Desember 2024 kliennya dipanggil dan tanggal 6 Januari 2025 diundang sebagai tersangka. Ini sudah sangat-sangat merugikan klien kami karena ini bukan perkara penipuan dan penggelapan dan satu lagi, ini sudah berdamai dan sudah dicabut laporannya tapi karena proses uang administrasi pencabutan laporan tidak terealisasi, klien kami dijadikan tersangka," jelasnya.
Romy berharap Kapolri dan Karo Wassidik untuk mengusut kasus ini dan meminta kasus ini agar dihentikan atau SP3.
"Untuk Kapolri, Karo Wassidik kami minta untuk menghentikan kasus ini dan untuk di SP3, status tersangkanya dihapuskan," harapnya mengakhiri.
Namun sayang, sampai berita ini diterbitkan, tidak ada satu pun pihak Polda Aceh yang menanggapi konfirmasi wartawan. (Rom)