Dedi Suheri, SH : "Kita sangat yakin dan berkeyakinan Hakim Pengadilan Tipikor Negeri Medan ini mempunyai hati nurani dan bersikap adil"
MEDAN - Pak Selamat, pelaku UMKM pembuat opak ubi yang merupakan debitur Bank Sumut Kantor Cabang Sei rampah menjalani sidang perdana dugaan kasus korupsi kredit macet pinjaman modal di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Medan yang diketuai oleh Majelis Hakim Andriyansyah, SH.MH, Kamis (9/1/2025).
Sidang Perdana dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Imam Darmono dan Cakra Aulia Sebayang di ruang Cakra 7.
Dalam dakwaan, JPU membacakan bahwa terdakwa yang merupakan pelaku UMKM Pembuatan Opak Ubi mengajukan permohonan kredit di PT Bank Sumut Cabang Sei Rampah dengan memberikan informasi pendapatan/penghasilan yang tidak benar atas usaha terdakwa sehingga terdakwa dinilai layak untuk mendapatkan kredit dan mampu untuk membayar kredit.
"Dimana tujuan penggunaan kredit tidak sesuai dengan semestinya sehingga menyebabkan kredit macet. Akibatnya merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 1.332.585.554," katanya.
JPU juga menjelaskan bahwa kerugian tersebut berdasarkan laporan perhitungan kerugian keuangan negara pada pemberian fasilitas kredit yang diterbitkan oleh Kantor Akuntan Ribka Arehta dan rekan.
"Perbuatan terdakwa diancam dengan pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP," bebernya.
Usai mendengarkan pembacaan dakwaan, Majelis Hakim menunda persidangan hingga Kamis, 16 Januari 2025 dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) dari para terdakwa.
Kuasa Hukum terdakwa dari Kantor Hukum DSP Law Firm, Dedi Suheri, SH dan rekan menyesalkan dakwaan JPU yang dinilai tidak masuk akal, dimana perhitungan-perhitungan kerugian negara yang dibuat oleh Kejari Sergai sangat tidak masuk diakal dan merugikan kliennya.
"Dimana penilaian tersebut, kita nilai harga rumah dan tanah milik klien kami yang dijadikan hak tanggungan berdasarkan fakta-fakta dan kita survey dilapangan, itu nilainya lebih dari Rp 600 Juta, namun pihak Kejaksaan dan akuntan publiknya hanya menilai sebesar Rp 320 Juta. Kita tidak tahu darimana dasar penilaiannya. Didalam dakwaan, kita lihat jelas bahwa proses pencairan kredit tersebut dari analis sampai dengan penilaian dan sampai dengan laporan laba rugi dilakukan oleh PT Bank Sumut," terangnya.
Berdasarkan fakta sebenarnya, Pak Selamat ini hanya tamatan SD yang tidak mengerti, bahkan tulis baca pun ala kadarnya. Sehingga tidak memungkinkan kliennya dapat menyusun semua itu.
"Dan dari keterangan istri klien kami, yang menawarkan pinjaman tersebut adalah Bank Sumut. Dari tahun 2007 Bank Sumut menawarkan pinjaman modal, maka keluarlah kredit tanpa agunan begitu juga selanjutnya. Dan selanjutnya yang meng-ACC penambahan pinjaman yang Rp 750 juta dengan menambahkan hak tanggungan berupa tanah itu juga yang meng-acc dari Bank sumut. Klien kami hanya sebatas pemohon tidak mengerti dengan administrasi lainnya. Dan boleh Kejari menghadirkan ahli atau apa pun," terang Dedi.
Dedi juga mempertanyakan apakah kliennya memiliki kemampuan untuk membuat analis, membuat laporan keuangan, laba rugi? Kliennya hanya memohonkan dimana semua proses pinjamannya adalah Bank Sumut.
"Namun yang kita kecewakan, hingga saat ini pihak Kejari Sergai sampai saat ini tidak mentersangkakan satu pun pihak Bank Sumut yang bertanggungjawab masalah ini. Jelas adalah KCP, Kacab Bank Sumut bahkan Direktur Bank Sumut seharusnya bertanggungjawab. Yang menjadi paling bertanggungjaaab adalah tim analis. Jika menjadi kesalahan nilai bukan kesalahan klien kita tapi dari Bank Sumut yang melakukan analis," katanya.
Lalu, Dedi menambahkan bahwa dakwaan tersebut seolah-olah Pak Selamat yang membuat semua laporan tersebut dimana fakta sebenarnya, Pak Selamat tidak tahu apa-apa, ia hanya mengajukan pinjaman.
"Malah tahun 2007 yang menawarkan pinjaman modal adalah Bank Sumut. Hingga berjalan hingga 17 tahun sampai akhirnya pinjaman itu menjadi Rp 750 Juta. Dan kita berharap dalam hal ini, kita sangat yakin dan berkeyakinan Hakim Pengadilan Tipikor Negeri Medan ini mempunyai hati nurani dan bersikap adil. Dan melihat persidangan ini sebenar-benarnya dengan mengesampingkan yang lainnya tapi murni melihat ini dari kaca mata hukum dan hati nuraninya agar bapak Selamat dapat bebas dari tuntutan yang seharusnya tidak dituntutkan kepadanya," harapnya mengakhiri. (Rom)