Mikrot Siregar, SH : Kami melihat dalam proses Putusan 242 tahun 2020 ada dugaan pemerkosaan, bahkan pengkebirian terhadap undang undang"
MEDAN - Nasib veteran dan pensiunan ABRI di Desa Medan Estate, Percut Seituan tak menentu setelah keluarnya surat eksekusi PN Lubuk Pakam No.827/PAN.W2.U4/HK2.4/II/2025 pada 12 Februari 2025 yang akan melakukan pengosongan terhadap puluhan rumah yang telah ditempati warga selama 40 tahun.
Ironisnya, walaupun memiliki surat pelepasan dari PTPN IX, Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Cq Dirjen Agraria tahun 1983, Majelis Hakim PN Lubuk Pakam tetap bersikeukeuh mengeksekusi dengan alasan adanya gugatan dari PT UOB yang menggugat Serikat Tolong Menolong (STM) Mempertahankan Hak (MH).
"Kami adalah masyarakat komplek Veteran, dimana kami mendapat surat pemberitahuan eksekusi, padahal kami adalah pemilik kavling disini. Sedangkan yang digugat itu adalah Ketua STM HM, sedangkan Ketua STM MH itu bukan pemilik kavling. Pemiliknya adalah masyarakat. Sehingga sita eksekusi ini keliru menurut kami," ujar salah seorang perwakilan warga, James Sitohang, Minggu (16/2/2025).
James menilai bahwa para pejabat terkesan mempermainkan hukum sehingga hendak mengekskusi masyarakat pemilik kavling. Sedankan warga merupakan pemilik SK Camat tahun 1984.
"Nampaknya hukum ini dipermainkan oleh para pejabat-pejabat. Dari perlawanan kami sudah jelas, kami sudah lama tinggal ditempat ini. Kami menempati tanah kami mulai tahun 1984 hingga sekarang. Jadi kami dari masyarakat memohon kepada Bapak Presiden Prabowo supaya diperhatikan masyarakat yaitu komplek veteran purnawiran ABRI," harapnya.
Ia kembali menegaskan bahwa tanah yang ditempati oleh warga adalah diperuntukkan untuk para purnawiran ABRI.
"Ini adalah anak-anaknya. Kami tidak akan mau bergerak sejengkal pun dari sini. Kami siap, karena kami sudah di warisi oelh bapak-bapak kami untuk memiliki tanah ini," tegas James.
Dilokasi terpisah, Kuasa Hukum warga, Mikrot Siregar, SH mengatakan bahwa terkait pengosongan tanah veteran dan purnawirawan ABRI di Desa Percut Seituan dengan tegas mengatakan keberatan.
"Sebab sehubungan rencana surat daripada PN Lubuk Pakam itu yang mau dieksekusi itu eror objeknya. Sebab dilahan yang dimaksud itu tanah para veteran bukan tanah STM sebagaimaa yang dimaksud dalam pemberitahuan eksekusi ataupun penetapan PN Lubuk Pakam terkait objek yang akan dieksekusi. Kami sangat keberatan," katanya.
Adapun alasan dasar keberatan Kuasa Hukum adalah karena masyarakat para veteran itu, didalam Putusan 242 maupun penetapan PN Lubuk Pakam, mereka bukan orang yang dimaksudkan sebagai para pihak, tidak pernah diturut sertakan, tidak pernah masuk dalam gugatan 242.
"Putusan yang mejadi dasar PN Lubuk Pakam untuk melaksanakan eksekusi dan mereka (warga) sedang melakukan perlawanan pihak ketiga (Derden Verzet) di PN Lubuk Pakam, juga agendanya bahwa hari selasa agenda proses pembuktian, jadi belum ada putusan berkekuatan hukum tetap. Mereka masih melakukan upaya hukum terkait penetapan eksekusi dari Ketua PN Lubuk Pakam," terang Mikrot.
Mikrot kembali menegaskan bahwa warga Komplek disitu bukan penggarap, tanah itu mereka dapatkan atas dasar pelepasan dari PTPN IX pada saat itu. Selain pelepasan, ada juga surat keputusan Gubernur Sumut, Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Cq Dirjen Agraria pada tahun 1983.
"Artinya mereka mendapatkan itu atas permohonan dan pelepasan yang kemudian diperkuat surat keterangan atau SKT dari Camat Percut Seituan pada tahun 1984. Mereka masing-masing mendapat SKT. Ada dasar hukumnya, itu tidak pernah dibatalkan oleh pengadilan mana pun. SK Gubernur, SK Pelepasan dari PTPN IX tidak pernah dicabut dan itu masih hidup dan berdasar. Itulah dasar mereka menguasai tanah itu sejak tahun 1983 sampai sekarang," terangnya lagi.
Ia juga menjelaskan bukan hanya kejangalan dalam proses hukum tersebut. Mikrot melihat dalam proses Putusan 242 tahun 2020 ada dugaan pemerkosaan, bahkan pengkebirian terhadap undang undang.
"Pada tahun 2010 putusannya ada sama, ketika pemohon dalam hal ini PT UOB melakukan menggugat terhadap masyarakat secara pibadi-pribadi pemilik atas tanah itu, faktanya pada saat itu tahun 2010 Putusan 125 sampai putusan MA mengatakan bahwa mereka (PT UOB) tidak memiliki dasar untk melakukan gugatan. Artinya putusan itu NO dimenangkan oleh masarakat," tegasnya.
Namun anehnya di tahun 2020, Putusan 242 ini menjadi dasar PN Lubuk Pakam untuk melaksanakan eksekusi, yang digugat STM artinya perwiritan masyarakat.
"Kami mohon kepada bapak Prabowo, Ketua MA RI, khususnya Ketua PN Lubuk Pakam untuk mempertimbangkan dan atau untuk menunda paling tidak, terkait dengan rencana eksekusinya pada Selasa 25 Februari 2025. Sebab masyarakat yang merasa memilki hak atas sebagian tanah objek perkara masih dalam melakukan upaya hukum perlawanan terhadap penetapan eksekusi PN Lubuk Pakam. Saya mohon kepada Ketua PN Lubuk Pakam untuk menunda eksekusi pengosongan terhadap tanah masyarakat yang ada di Komplek veteran itu sampai ada putusan pengadilan terhadap perlawanan masyarakat," harapnya mengakhiri. (Rom)