Medan, METRO24JAM.CO.ID - Pengadilan Negeri Medan (PN Medan) kembali mengelar sidang lanjutan perkara sengketa lahan seluas 60 M² di Jalan Purwosari, Kelurahan Pulo Brayan, Kecamatan Medan Timur mempertemukan penggugat Elisabeth Simanjuntak dan Asmara Dewi dengan agenda pemeriksaan saksi dari tergugat di ruang Cakra 5, Senin (21/4/2025).
Sidang pemeriksaan saksi dipimpin oleh Majelis Hakim PN Medan, Abdul Hadi Nasution, SH,MH dan hakim anggota.
Kuasa Hukum tergugat, Novi Mahanum, SH.MH menjelaskan bahwa perkara sengketa tanah tersebut sebelumnya telah di menangkan oleh kliennya (Asmara Dewi) dengan putusan Mahkamah Agung (MA) No. 3736/K/Pdt/2024.
"Hari ini kita sidang di PN Medan dengan agenda pemeriksaan saksi dari tergugat, bahwa ini sebelumnya ini sudah pernah diperkarakan/bersengketa dan kita saat ini sebagai tergugat. Kita sudah menang sampai Tingkat Mahkamah Agung," ujarnya saat ditemui wartawan usai sidang.
Novi menegaskan bahwa dari Putusan Mahkamah Agung RI No 3736/K/Pdt/2024 telah inkrah. Isi putusan tersebut menguatkan putusan awal PN Medan yang menyatakan sah secara hukum penggugat Asmara Dewi merupakan pemilik yang sah dengan sebidang tanah 200 meter 2. Ukurannya 10 M X 20 M.
"Sebenarnya perkara ini sudah pernah disidangkan dengan objek yang sama dan pihak yang sama, itu tidak bisa karena Ne bis in idem.
"Harapan kita agar putusan ini sesuai dengan undang-undang yang berlaku," harapnya mengakhiri.
Dilokasi yang sama, mantan Kepling dari tahun 1999-2023 yang menjadi saksi, Ir Marasakti Aritonang mengatakan bahwa berdasarkan Kaplingan Pengadilan Tahun 1974, keluarga SImanjuntak memiliki tanah di Kaplingan Nomor 4 dengan ukuran 20 M X 32 M.
"Padahal sudah nyata-nyata mereka katakan di Pengadilan terdahulu itu bukan tanah mereka. Karena tanah mereka resmi berdasarkan Kaplingan Pengadilan tahun 1974 itu cuma 9 kapling. Keluarga Simanjuntak ini memiliki Kaplingan No 4 dengan ukuran 20M X 32M. Dibelakang itu masih ada sisa tanah yang sebenarnya batas mereka dengan Zipur," terangnya.
Marasakti menambahkan, namun ada sisa tanah yang tidak dipakai zipur dialihkan kembali kepada kepada Pak Muhammid saat itu Lurah, ukurannya 17 M X 174 M dari Amiruddin Nasution kepada Pak Hamid tahun 1976.
"Kemudian oleh Pak Muhammid dialihkannya kepada pihak lain termasuk yang tidak saya ketahui, dan pas dibelakang Simanjuntak itu adalah Pak Suhaji. Karena saya tidak pernah melakukan pengukuran pada saat itu, jadi pembangunan itu saya tidak tahu persis. Tetapi pengukuran terakhir perkara di PN Medan itu kami ukur ternyata terkena itu bangunan milik keluarga Simanjuntak," bebernya.
Saat pengukuran tersebut, Asmara Dewi mengabaikannya tanah yang terkena tersebut, namun Asmara Dewi saat ini digugat.
"Pada saat pengukuran terdahuku, si pemilik tanah yang menggugat itu diabaikannya disudahinya, diambil sesuai kebutuhan tetapi ternyata ini terbalik malah dia juga yang digugat," jelasnya mengakhiri.
Salah seorang Kuasa Hukum Asmara Dewi menambahkan bahwa sebelumnya perkara ini sudah ada putusan terdahulu dimenangkan kliennya (Asmara Dewi) hingga tingkat Kasasi dengan Nomor 144, yang mana putusan terdahulu itu memenangkan kliennya.
"Yang mana sebenarnya objek perkara tersebut sudah diputus oleh Pengadilan sebelumnya, yang mana sebelumnya didalam putusan itu menyatakan tanah tersebut adalah milik dari klien kita secara hukumnya. Sehingga dalam aturan hukum itu, ini sudah inkrah tapi bisa lagi digugat, harusnya hukum ini memandanglah, jangan sampai adanya timpang tindih antara putusan terdahulu dengan putusan yang nanti berlaku," harapnya. (Rom)