Medan, METRO24JAM.CO.ID - Sebuah keluarga di Asahan, Sumatera Utara, berjuang mempertahankan tanah warisan mereka seluas kurang lebih 9 rantai yang berada di Jalan Melur, yang kini diklaim oleh oknum perwira polisi Asahan. Tanah tersebut telah dikuasai secara turun temurun oleh keluarga Melinda Sihite sejak tahun 1963 dan pada tahun 1993, tanah tersebut resmi atas nama Nenti Siregar, orangtua Melinda.
Konflik bermula ketika oknum polisi tersebut mengaku sebagai pemilik tanah dan melaporkan Nenti Siregar ke Polres Asahan. Melinda dan keluarganya keberatan atas klaim tersebut dan telah beberapa kali dipanggil pihak kepolisian. Mereka merasa tertekan dan mengalami kerugian materiil dan psikis akibat proses hukum yang dijalani.
"Saya dilaporkan oleh oknum anggota Polri yang sedang bertugas di Kabupaten Asahan. Katanya dia membeli dari seorang oknum pegawai BPN, katanya sebagai kepala BPN dan tanah tersebut pengakuannya dibelinya tahun 2016, di SHM kannya di tahun 2024," terang Melinda Sihite kepada wartawan, Sabtu (19/4/2025).
Namun, keluarga Melinda tidak pernah bertemu dengan oknum polisi tersebut hingga proses hukum dimulai. Bahkan, ironisnya lagi konfirmasi ke pihak kelurahan juga tidak membuahkan hasil.
"Aibatnya, tidak ada mata pencarian saya lagi, selama ini saya bertanam-tanaman, disitulah pencarian saya. Dengan adanya panggilan-panggilan tersebut, saya menjadi mengalami sakit selama 3 bulan lebih. Saya rugi secara dana, mata pencarian dan juga psikologis saya sangat rusak. Saya merasa sangat dibawah tekanan karena saya terus dipanggil-panggil jadi ini bagi saya tidak ada keadilan. Jadi tolong minta keadilan atas nama keluarga saya karena orangtua saya sudah almarhum," ucapnya sambil meneteskan air mata.
Lebih lanjut, Melinda mengungkapkan bahwa sebagian dari lahan seluas 9 rantai tersebut juga telah diambil oleh oknum anggota TNI (kakak oknum polisi). Mereka berdua telah melakukan perusakan terhadap lahan tersebut, termasuk penghancuran rumah dan kolam milik keluarga Melinda.
"Tanah yang dikuasainya 15 M X 20M tapi ada juga abangnya yang seorang oknum anggota TNI, disampingnya juga dibuat, dilahan 9 rantai ini. Jadi sebagian dari 9 rantai ini diambil mereka berdua. Saya mohonlah ditegakkanlah keadilan. Untuk saya mempertahankan tanah yang dimiliki keluarga saya, leluhur saya sampai kembali pada saya. Saya sudah capek, saya seorang petani. dari situlah mata pencarian saya. Saya buat kolam ditutup, tanaman serai semua ditimbun, rumah yang dibuat opung saya pun dihancurkan karena ditimbunnya itu," bebernya.
Keluarga Melinda berharap agar pihak berwajib dapat menegakkan keadilan dan mengembalikan tanah warisan mereka. Mereka merasa telah dirugikan secara ekonomi dan psikologis akibat tindakan oknum polisi dan TNI tersebut.
Dilokasi yang sama, keluarga Melinda, Jansen Siregar, SE menjelaskan bahwa sejarah tanah ini telah dikuasai turun temurun oleh famili-family sejak tahun 1963.
"Luasnya lebih kurang 9 rantai. Batas-batas tanah tersebut adalah: sebelah timur berbatasan dengan Poltak Pasaribu; sebelah selatan berbatasan dengan Siti Hawa; sebelah barat berbatasan dengan Perkebunan Sei Dadap (kini Jalan Melur); dan sebelah utara berbatasan dengan Dimas Pardede
Jansen bersama Kuasa Hukumnya berencana akan melaporkan oknum perwira Polri dan oknum anggota TNI ke Propam Polda Sumut dan Pangdam I/BB.
"Saya keberatan terkait permasalahan ini, bahwa itu tanah milik kami yang mereka berusaha merampas. Kami berencana akan melaporkan permasalahan ini ke Propam Polda Sumut melalui kuasa hukum (Advokat) kita. Harapan saya kembali tanah kami tersebut," harapnya mengakhiri. (Rom)